A. Profil dan Bahasa Suku Tidung.
Suku Tidung merupakan suku yang tanah asalnya berada di bagian utara Kalimantan Timur. Suku ini juga merupakan anak negeri di Sabah, jadi merupakan suku bangsa yang terdapat di Indonesia maupun Malaysia (negeri Sabah). Suku Tidung semula memiliki kerajaan yang disebut Kerajaan Tidung, tetapi akhirnya punah karena adanya politik adu domba oleh pihak Belanda.
Bahasa
Tidung dialek Tarakan merupakan bahasa Tidung yang pertengahan karena dipahami
oleh semua warga suku Tidung. Beberapa kata bahasa Tidung masih memiliki kesamaan
dengan bahasa Kalimantan lainnya. Kemungkinan suku
Tidung masih berkerabat dengan suku Dayak rumpun Murut (suku-suku Dayak yang ada di Sabah), karena suku Tidung beragama Islam dan mengembangkan ajaran Islam sehingga tidak dianggap
sebagai suku Dayak, tetapi dikategorikan suku
yang berbudaya Melayu (hukum adat Melayu) seperti suku Banjar, suku Kutai dan suku Pasir. Peranan dan kedudukan Bahasa
Penutur Bahasa tidung, khususnya Tidung Tarakan adalah dwibahasa. Mereka
berbahasa Tidung,tetapi juga dapat berbahasa Indonesia.
Kedudukan
Bahasa Tidung di dalam interaksi sosial, orang- orang tidung kelihatannya cukup
kuat.Tidak ada kesan sikap rendah diri kalau mereka menggunakan bahasa Tidung
baik di dalam percakapan ketika mereka sedang berbahasa lain,maupun dalam
kesempatan berbicara dengan suku lain dalam bahasa Tidung. Mereka merasa bangga jika ada
suku lain ikut berbicara bahasa Tidung atau mencoba-coba menggunakan bahasa
tidung.
B. Asal-Usul Suku Tidung
Perjalanan
sejarah Suku Tidung ini cukup panjang diduga asal mula suku ini semula memiliki
kerajaan yang disebut Kerajaan Tidung,tetapi akhirnya suku Tidung mengalami
kepunahan, karena adanya politik adu domba oleh pihak pemerintah Kolonial
Belanda.Sementara itu, budaya suku Tidung banyak dipengaruhi oleh budaya
Melayu, namun suku Tidung ini bukanlah bagian dari suku Melayu bila melihat
kuantitas budayanya.
Penelitian tentang etnik suku Tidung telah banyak
dilakukan oleh sejarawan dan suku Tidung ini lebih merujuk pada rumpun suku
Murut dengan sub etnik Tidung, Berusu, Tegalan, Dusun, Kadazan, Agabag.
Kaum Suku Tidung umumnya terlihat banyak mendiami
kawasan pantai dan pulau-pulau, ada juga sedikit di tepian sungai-sungai di
pedalaman umumnya dalam radius muaranya. Kaum suku Bulungan banyak berada di
kawasan antara pedalaman dan pantai, terutama di kawasan Tanjung Palas dan
Tanjung Selor. Kaum Tidung, mata pencaharian andalannya adalah sebagai Nelayan,
di samping itu juga bertani dan memanfaatkan hasil hutan. Sementara itu, aktivitas orang Tidung disepanjang pesisir Kalimantan
Utara terutama meramu hasil hutan, terutama burung walet, berkebun dan nelayan.
Kehidupan
masyarakat suku Tidung yang menarik adalah bahasa dinamakan bahasa Tidung
Penutur adalah Bahasa Tidung pada umumnya terdapat diwilayah Kalimantan Timur,
Kalimantan Utara dan Sabah Malaysia. Penutur Bahasa Tidung ini banyak digunakan di dua
Kabupaten di kaltim, lima kab/kota di Kaltara dan tiga kota di negeri sabah.
Sepuluh daerah tersebut adalah Kota Tarakan, Kab. Malinau, Kab. Bulungan, Kab.
Nunukan, Kab. Tana Tidung, Kab. Berau,
Kab. Kutai Kartanegara, Kota Tawau, Kota Sandakan dan Kota Lahad Datu.
Suku
Tidung mayoritas beragama Islam dan masyarakat Tidung menutup diri dari dunia
luar ,bahkan membuka diri bergaul dengan berbagai suku lain, Seperti bugis,
Banjar, Jawa, Bulungan dan etnis Tionghoa.Tak heran masyarakat suku Tidung
pandai berbahasa diluar Bahasa Tidung kemudian menariknya terjadi peminjaman
kata daerah lain yang terserap bahasa Tidung. Hal yang sama terjadi pula dalam
bahasa Indonesia dampaknya adalah terjadinya interfensi bahasa lain, khususnya
bahasa Indonesia kedalam bahasa Tidung.
Suku
Tidung mempunyai arsitektur bangunan yang khas yang mencerminkan keseharian
suku Tidung. Rumah adat suku Tidung disebut sebagai Baloy Adat
Tidoeng. Baloy Adat ini terbuat dari kayu ulin atau kayu besi yang lazim
ditemukan di daerah Kalimantan. Bangunan berbentuk rumah panggung dengan ukiran
yang dekat dengan seni ukir suku Dayak. Di pesisir Kalimantan bentuk rumah
panggung adalah kelaziman, karena biasa didirikan di dekat pantai atau daerah rawa. Suku
Tidung sendiri termasuk suku yang berbudaya bahari sehingga tak heran jika
terdapat perahu di rumah-rumah Tidung.
Kota
Tarakan di Pulau Tarakan didiami oleh suku asli yakni suku Tidung dan wilayah
ini dikuasai Kerajaan Tidung atau disebut juga Kerajaan Tarakan yang memerintah
suku Tidung.Jejak suku Tidung di Tarakan antara lain rumah adat suku Tidung yang
disebut Baloy Adat Tidung adalah sebuah musuem yang menyimpan peninggalan
Kerajaan Tidung. Dalam bidang seni dan budaya Kota Tarakan atau juga disebut
sebagai Tanah Paguntaka ini terkenal akan Tari Jepen yang merupakan tari asli
daerah Tarakan.
Seiring
dengan perkembangan zaman, banyak orang-orang Tidung meninggalkan kampung tua
dan bermukim diwilayah baru. Tercatat beberapa kampung tua Tidung yang masih dapat
ditemui sekarang ini yakni: Penagar, Menjelutung, Liyu
Mayo, Sebawang, Kabiran, Sebamban, Segimbal dan Sesayap.
C. Upacara-upacara Adat Suku Tidung
1. Upacara Adat Besitan
Upacara adat besitan merupakan upacara adat suku tidung yang
bertujuan untuk mengobati orang yang sedang sakit. Dalam upacara besitan
digunakan alat kesenian yang disebut dengan kulintangan atau sejenis gamelan,
gendang, rebana, biola, dan tumpung atau suling. Kemudian di dalam acara
tersebut terdapat pula orang yang disebut penyidit yaitu seseroang yang
bertugas untuk melantunkan nyayian kemudian seorang yang dijadikan mediator untuk
menyembuhkan dengan cara dirasuki oleh roh-roh. Setelah roh memasuki tubuh
mediator terlebih dahulu roh tersebut akan menjelaskan penyakit yang diderita
oleh pasien kemudian sang roh akan memberikan arahan untuk mengambil
obat-obatan yang berasal dari alam seperti daun-daunan, akar-akaran dan
buah-buahan yang nantinya akan dijadikan ramuan kesembuhan pasien.
A. Upacara Iraw Tengkayu
Iraw tengkayu
yang berarti pesta rakyat adalah tradisi upacara adat suku tidung yang
bertujuan untuk mengungkapkan rasa sukur atas hasil panen yang diperole Upacara
ini dilakukan semenjak suku tidung belum mengenal islam hingga sekarang. Dalam
proses perjalanannya upacara adat iraw tengkayu mengalami penyesuaian terhadap
agama islam hal ini dikarenakan islam merupakan agama kepercayaan dari suku
tidung. Dalam acara tersebut terdapat sebuah perahu yang disebut padaw tujuh
dulung yang berarti perahu tujuh haluan. Perahu ini berbeda dengan bentuk
perahu lainya dikarenakan bentuk dari ujung perahu terbagi tiga, kiri dan
kanannya bertingkat dua dan tengahnya bertingkat tiga sehingga jumlah
keseluruhanya tujuh yang memiliki makna jumlah hari dalam seminggu sebagai
aktifitas keseharian manusia.
Kemudian warna
yang terdapat pada perahu berjumlah tiga warna yaitu kuning, hijau dan merah.
Warnah kuning mendominasi warna perahu dan ditempatkan paling teratas yang
bermakna ditinggikan, dimuliakan dan dihormati. Sedangkan warna hijau yang
bermakna agama islam dan warna merah merupakan sikap keberanian. Kemudian di
tengah perahu terdapat lima tiang yang berdiri melambangkan jumlah sholat lima
waktu yang diikat dengan kain yang disebut dengan pari-pari, diambil dari nama
ikan pari dikarenakan sifat ikan pari yang berada didasar laut tidak mudah
digerakan sehingga makna filosofisnya melambangkan keteguhan dari suku tidung.
2.
Upacara
Perkawinan
Suku tidung
memiliki tradisi adat perkawinan. Tradisi ini telah berjalan pada setiap
generasi dari suku tidung. Prosesi dari adat perkawinan suku tidung memiliki
beberapa tahap diantaranya:
a.
Ginisinis
Merupakan tahapan pertama ketika seseorang yang ingin menikah. Tahapan ini merupakan perjodohan dimana seorang pria yang dicarikan wanita yang nanti akan dijadikan istri. Pria tersebut tidak pernah melihat wanita yang dimaksud sampai nanti akan dipernalkan kepada dirinya. Peran ginisinis sangat menentukan terhadap kecocokan seorang pria dan wanita dan ketika didapatkan kecocokan maka akan berlanjut pada tahap selanjutnya.
Merupakan tahapan pertama ketika seseorang yang ingin menikah. Tahapan ini merupakan perjodohan dimana seorang pria yang dicarikan wanita yang nanti akan dijadikan istri. Pria tersebut tidak pernah melihat wanita yang dimaksud sampai nanti akan dipernalkan kepada dirinya. Peran ginisinis sangat menentukan terhadap kecocokan seorang pria dan wanita dan ketika didapatkan kecocokan maka akan berlanjut pada tahap selanjutnya.
b.
Berseruan
Setelah
mendapatkan kecocokan antara pria dan wanita maka tahapan selanjut adalah
beseruan yaitu prosesi lamaran yang dilakukan oleh pihak pria kepada wanita
dengan cara pihak dari keluarga pria mendatangi keluarga pihak wanita dan
sebelum membicarakan inti dari lamaran maka terlebih dahulu pihak pria
memberikan cindra mata yang biasanya bentuk perhiasaan cincin. Pemberian cintra
mata ini dinamakan buka sungut. Ketika pemberian tersebut telah diterimah
barulah pembicaraan dimulai. Selama pembicaraan tuan rumah tidak akan
memberikan hidangan kepada keluarga pria kemudian ketika mendapatkan kata
sepakat barulah hidangan akan diberikan kepada keluarga pria yang
menandakan lamaran diterima.
c.
Ganton de Pulut
Ganton
de pulut yang berarti mengantar mas kawin. Mas kawin merupakan hasil kesepatan
pada saat beseruan yang menjadi kewajiban untuk di penuhi oleh calon mempelai
pria untuk diantar kerumah calon mempelai wanita.
d.
Kawin Suru
Kawin
suru merupakan rangkaian acara lanjutan dari nganton de pulut dimana dalam
acara ini merupakan akad nikah atau peresmian pernikahan. Di dalam acara kawin
suru atau akad nikah sebelum mempelai pria masuk kedalam rumah ia akan
melakukan tradisi dimana mempelai pria diberikan dua wadah atau tempat yang
satunya berisi beras berwarna kuning yang bermakna rezeki dan yang wadah
satunya berisi air yang bermakna kesejukan dalam berumah tangga. Wadah yang
berisi beras berwarnah kuning akan diambil segengam oleh mempelai pria untuk
dicium dan memasukannya ke dalam wadah yang berisi air. Setelah prosesi itu
selesai barulah mempelai pria masuk kedalam rumah untuk melakukan akad nikah. Dalam
acara akad nikah dari rangkaian kawin suru, mempelai wanita tidak di
perlihatkan kepada tamu undangan. Mempelai wanita berada di dalam kamar.
Setelah prosesi kawin suru selesai mempelai pria akan dipertemukan kepada
mempelai wanita yang diantar oleh beberapa orang tua menuju kamar mempelai yang
kemudian melakukan tradisi sumbung gabol dimana kedua mempelai masuk kedalam
satu sarung yang kemudian secara cepat untuk keluar dari sarung tersebut.
e.
Bepupur
Bepupur yang dilakukan di malam hari. Acara ini dilaksanakan di rumah masing-masing akan tetapi jika salah satu dari pihak mempelai berbeda kampung maka akan dilaksanakan secara bersama-sama. Acara bepupur yaitu diamana mempelai wanita dan mempelai pria di berikan pupur dingin yang dibuat oleh masing-masing keluarga yang nantinya akan saling bertukar antar kedua keluarga mempelai. Dalam prosesi acara bepupur akan diiringi dengan kesenian hadra
Bepupur yang dilakukan di malam hari. Acara ini dilaksanakan di rumah masing-masing akan tetapi jika salah satu dari pihak mempelai berbeda kampung maka akan dilaksanakan secara bersama-sama. Acara bepupur yaitu diamana mempelai wanita dan mempelai pria di berikan pupur dingin yang dibuat oleh masing-masing keluarga yang nantinya akan saling bertukar antar kedua keluarga mempelai. Dalam prosesi acara bepupur akan diiringi dengan kesenian hadra
f.
Selanggo
Selanggo
yaitu acara ini masing mempelai di pakaikan pewarnah kuku yang berwarnah merah
yang berasal dari daun-daunan.
Setelah rangkaian acara bepupur yang dilakukan pada malam hari maka keesokan harinya dilanjutkan dengan acara bebanta atau besanding. Sebelum acara besanding di mulai terlebih dahulu dilakukan acara arak- arakan dari keluarga pria menuju rumah keluarga wanita. Dalam acara arak-arakan akan diringi dengan kesenian hadra yang kemudian diacara tersebut juga akan dibawah beberapa perlengkapan yang diantaranya busak dia yang berarti bunga lilin, sedulang berupa cindra mata yang berbentuk piring, gelas, dan sendok, dan nasi pengantin. Setelah rombongan arak-arakan tiba di halaman rumah maka kesenian hadra yang menjadi pengiring berhenti, yang kemudian keluarga wanita mengutus salah satu dari pihak keluarga untuk menjemput rombongan pihak mempelai pria dengan membacakan selawat nabi dan melemparkan beras kuning yang kemudian barulah keluarga pria memasuki rumah wanita. Ketika rombongan memasuki rumah akan diringi musik kulintangan dan menyayikan lagu taliwuda yang berarti raja berangkat setelah itu mempelai pria berdiri di depan pelaminan yang disebut pagau yang kemudian akan melakukan prosesi pugau-pagau yaitu semua undangan yang hadir akan memberika hadiah berupa uang yang dimasukan kedalam tempat yang telah disediakan. Setelah itu dilanjutkan tradisi membuka tabir berupa kain yang menutupi pelaminan yang berlapis dua, setelah itu mempelai pria akan melewati satu tahap dimana wajah dari mempelai wanita tutupi dengan kipas yang dipegang oleh seseorang yang sebut ina pengantin yang nantinya akan di buka oleh mempelai pria. Setelah semua terbuka maka mempelai pria akan memegang pergelangan tangan wanita bertanda di ijinkan nya pria duduk di samping kanannya. Setelah duduk mempelai akan melakukan prosesi saling menyuap nasi pengantin yang bermakna saling berbagi kemudian meniup lilin yang bermakna masa remaja telah berkhir. Dalam acara bebanta atau besanding sesorang akan membacakan tulisan yang disebut dengan kerangan yang berisi tentang maksud dan tujuan acara serta ucapan termah kasih kepada tamu undangan yang hadir dan pihak-pihak yang membantu. Setelah pembacaan kerangan maka akan dilanjutkan dengan tarian iluk beguna sejenis tarian penghormatan yang dipersembahkan pada tamu undangan yang telah hadir.
Setelah rangkaian acara bepupur yang dilakukan pada malam hari maka keesokan harinya dilanjutkan dengan acara bebanta atau besanding. Sebelum acara besanding di mulai terlebih dahulu dilakukan acara arak- arakan dari keluarga pria menuju rumah keluarga wanita. Dalam acara arak-arakan akan diringi dengan kesenian hadra yang kemudian diacara tersebut juga akan dibawah beberapa perlengkapan yang diantaranya busak dia yang berarti bunga lilin, sedulang berupa cindra mata yang berbentuk piring, gelas, dan sendok, dan nasi pengantin. Setelah rombongan arak-arakan tiba di halaman rumah maka kesenian hadra yang menjadi pengiring berhenti, yang kemudian keluarga wanita mengutus salah satu dari pihak keluarga untuk menjemput rombongan pihak mempelai pria dengan membacakan selawat nabi dan melemparkan beras kuning yang kemudian barulah keluarga pria memasuki rumah wanita. Ketika rombongan memasuki rumah akan diringi musik kulintangan dan menyayikan lagu taliwuda yang berarti raja berangkat setelah itu mempelai pria berdiri di depan pelaminan yang disebut pagau yang kemudian akan melakukan prosesi pugau-pagau yaitu semua undangan yang hadir akan memberika hadiah berupa uang yang dimasukan kedalam tempat yang telah disediakan. Setelah itu dilanjutkan tradisi membuka tabir berupa kain yang menutupi pelaminan yang berlapis dua, setelah itu mempelai pria akan melewati satu tahap dimana wajah dari mempelai wanita tutupi dengan kipas yang dipegang oleh seseorang yang sebut ina pengantin yang nantinya akan di buka oleh mempelai pria. Setelah semua terbuka maka mempelai pria akan memegang pergelangan tangan wanita bertanda di ijinkan nya pria duduk di samping kanannya. Setelah duduk mempelai akan melakukan prosesi saling menyuap nasi pengantin yang bermakna saling berbagi kemudian meniup lilin yang bermakna masa remaja telah berkhir. Dalam acara bebanta atau besanding sesorang akan membacakan tulisan yang disebut dengan kerangan yang berisi tentang maksud dan tujuan acara serta ucapan termah kasih kepada tamu undangan yang hadir dan pihak-pihak yang membantu. Setelah pembacaan kerangan maka akan dilanjutkan dengan tarian iluk beguna sejenis tarian penghormatan yang dipersembahkan pada tamu undangan yang telah hadir.
g.
Kiwon Talulando
Kiwon
talulando yang berarti malam ketiga merupakan acara lanjutan dari prosesi
perkawinan. Acara ini dilakukan pada malam hari dimana akan dihadiri undangan
yang kemudian di isi oleh ajara hiburan jepin sejenis tarian. Setalah undangan
pulang maka akan dilanjutkan dengan acara menyayikan lagi bebalon yang
dilakukan hingga pagi hari. Sementara acara menyayikan lagu bebalon barulah
kedua mempelai masuk kedalam kamar dan dapat melakukan hubungan suami istri. Dalam
acara kiwon telulando diadakan pula acara sedulang sebagai rangkaian di
dalamnya yaitu peralatan makan akan di bersihkan dan dibagikan pada kerabat
keluarga.
h.
Beniuk
beniuk
ialah acara diamana pada subuh hari mempelai wanita akan dimandikan oleh
beberapa orang tua yang diringi dengan music hadra. Setelah acara beniuk
selesai maka dilanjutkan dengan aca betemot pada pagi hari yaitu acara ini
mempelai pria akan menamatkan bacaan Al-Quran. Acara betemot tidak menjadi
wajib ketika mempelai pria telah melaksanakan acara betemot Al-Quran sebelum ia
menikah. Pada siang hari setelah acara betamot di lakukan maka dilanjutkan
dengan acara bebaloi yaitu keluarga dari mempelai wanita akan berkunjung
kerumah keluarga mempelai pria. Sesampainya dirumah keluarga pria maka kedua
mempelai akan melakukan upacara yang dinamakan Kidau betuap upun lading yaitu
mempelai pria akan mengijak batu, gigit pisau dan minum air putih yang bermakna
keteguhan dalam menjalani keluarga. Dan ketika acara kunjungan tersebut
dilakukan, dirumah keluarga mempelai wanita diadakan acara acara pembokaran
tenda-tenda dan peralatan perkawinan yang menandakan acara perkawinan telah
selesai. Seni ukir juga telah dikenal oleh suku tidung yang menjadi bagian dari
seni kebudayaan foklor setengah lisan. Hasil ukiran biasanya dijadikan
sebagai hiasan rumah atau menjadi motif gambar pada media lain seperti baju dan
lain sebagainya. Ciri khasi dari motif ukiranya adalah dua naga yang saling
berhadapan atau saling membelakangi.
D. Adat Istiadat Suku Tidung
Adat Istiadat
Suku Tidung yang menarik teradi pada bulan Safar yang terdapat dalam kalender
penanggalan Hijriah (Islam), menurut kepercayaan masyarakat suku Tidung adalah
bulan waktu diturunkannya malapetaka atau Bala. Jadi agar terhindar dari
malapetaka atau bala, maka setiap anak dari suku Tidung yang lahir pada bulan Safar
harus mengadakan tradisi betimbang sebanyak tiga kali dimana pelaksanaan
tradisi betimbang adalah pada setiap bulan Safar. Tata cara pelaksana sang anak
duduk di atas timbangan yang telah dibuat sedemikian rupa, sementara kitab suci
Al-qur’an, sayur-sayuran, dan makanan simpan di atas timbangan lainnnya,
sehingga kedudukan menjadi seimbang. Setelah itu anak diturunkan, dan diganti
dengan sayur-sayuran dan buah-buahan lainnya.
ini adalah salah satu cara suku tidung mengapresiasikan rasa syukur...
tarian baloy meligau adalah salah satu tarian adat suku tidung dengan ditarikan beberapa wanita dan laki-laki ...-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar