Masyarakat
Tengger yang dimaksud disini adalah masyarakat yang berada diwilayah pegunungan
Tengger, berada di sebelah utara gunung Semeru
dan masuk kedalam daerah Purbalinggo, Pasuruan, Malang dan Lumanjang.
Masyarakat Tengger di sebut “Wong Tengge” yang memiliki adatistiadat atau faham
kepercayaan tersendiri. Menurut sebagian kepercayaan masyarakat Tengger,
namanya diambil dari dua orang suami isteri yang merupakan cikalbakal penduduk Tengger
yang menetap di suatu tempat antara gunung Bromo dan Semeru
B. Pandanganhidup, kepercayaan orang Tengger
a. Konsep
tentang Tuhan
Di
dalam agama BudhaTengger tidak ditemukan suatu konsep tunggal tentang Tuhan dan dewa-dewa. Menurut
agama Budha
Tengger untuk daerah sekitar Ngidasari, pengertian tentang dewa Trimurti ialah
Sang Hyang Betoro Guru, Sang Hyang Betoro Wisnu dan Sang Hyang Betoro Siwo.
b. Konsep
Alam
Di
samping alam yang terlihat nyata, mereka pun mempercayai alam lain dibalik
kehidupan yang
terlihat ini. Para dewata dalam pandangan mereka ditempatkan di Suralaya, suatu
tempat tertinggi yang dianggap suci.
Manusia
yang baik jikaia meninggal dunia rohnya akan masuk surga. Sebaliknya, manusia
jahat akan masuk neraka.
C.
Ritus dan upacara keagamaan masyarakat Tengger
a. Hari RayaKaro
Hari raya Karo adalah hari raya pemeluk agama Budha Tengger yang dirayakan
bersama-sama secara besar-besaran dan diadakan pada pertengahan bulan Karo
(bulan kedua) setiap tahun. Upacara dilaksanakan selama 7 hari, selama itu
mereka saling kunjung mengunjungi untuk mempererat tali persaudaraan yang
disebutnya dengan istilah sambung batin.
b.
Hari raya Kesodo
Hari raya Kesodo adalah hari raya yang diadakan oleh
masyarakat Tengger pada bulan ke 12 (saddo) pada pertengahan bulan. Upacara
Kesodo menempati tempat yang khusus di hati masyarakat Tengger. Mereka percaya,
jika mereka tidak turut merayakannya kehidupannya tidak akan tentram.
Sebaliknya jika mereka melaksanakan upacara tersebut maka hidupnya akan selamat
dan dimurahkan rejeki, karena itu jauh-jauh hari dari sebelumnya mereka telah
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan.
c.
Upacara Kelahiran
Upacara ini merupakan
rangkaian dari enam macamupacara yang berkaitan. Pertama, ketika bayi
yang berada dalam kandungan telahberumur tujuh bulan,yang bersangkutan mengadakan
selamtan nyayut atau upacarasesayut. Maksud upacara adalah
agar bayi lahir dengan selamat dan lancar. Setelahbayi lahir
dengan selamat yang bersangkutan mengadakan upacara sekul brokohan.Ari-ari bayi yang mereka sebut batur
‘teman’ disimpan dalam tempurung, kemudianditaruh di sanggar.
d.
Upacara Perkawinan
Orang Tengger dilaksanakan perkawinan berdasarkan perhitungan waktu yang
ditentukan oleh dukun yang harus sesuai dengan saptawaraatau pancawara
kedua calon pengantin. Dalam
kehidupan sehari-hari mereka sangat mempercayai dukun dalam menentukan apapun
yang akan mereka lakukan. Mereka sangat percaya dengan hari baik berdasarkan
perhitungan tanggal jawa.
D.
Interaksi
kepercayaan Orang Tengger dengan agama-agama lain
Sekarang
ini agama Hindu makin berkembang di Tengger. Sebagian besar pemuka adat Tengger
mendukung diberikannya pelajaran agama Hindu di Sekolah Dasar. Maraknya
revitalisasi Hindu Tengger berawal, ketika pada tahun 1979 rombongan pertama guru
agama dari Bali tiba di Tengger. Rombongan inimembentuk kelas-kelas baru untuk
anak-anak dan orang dewasa, dan mengajargenerasi muda Tengger membaca doa-doa
dalam bahasa Sansekerta.
Inovasi
ini disambut
meriah oleh warga desa. Parisada Hindu didirikan untuk menyelia agama, mengurus
pernikahan dan kematian, serta melaksanakan kebijakan yang dikembangkan oleh
parisada yang lebih tinggi yang berkedudukandi Surabaya.
Menjelang
tahun 1980 ketika pembaharuan Hindu di Tengger makin agresif,muncul kontroversi
di antara para dukun Tengger.
Hampir
separuh dari dukunTengger masih menentang gerakan tersebut dan mencurigainya
sebagai pembangkang
tradisi Tengger, bahkan di antara para pemuka pembaharuan punterjadi perdebatan
pendapat yang serius yang mengakibatkan perbedaan kebijakanyang radikal atas
pelestarian peribadatan para dukun.15 Untunglah, suasana kehidupan yang beraroma
konflik tersebut tidak berlangsung lama. Kebijakan pemerintah melestarikan
kebudayaan lokal dan nasional, mampu meredakan kontroversi yang
disinggung Hefner.[1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar