1.
Asal
Usul Orang Dayak
Pada tahun
(1977-1978) ketika benua asia dan pulau Kalimantan masih menyatu, yang
memungkinkan ras mongoliad dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di
Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller
Schwaner”. Suku dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun, setelah
orang-orang melayu dari Sumatra dan semenanjung malaka datang mereka makin lama
makin mundur ke dalam. Belum lagi datangnya orang bugis, Makassar, dan jawa
pada masa kejayaan kerajan majapahit. Suku dayak hidup terpencar-pencar di
seluruh wilayah Kalimantan dalam rentang waktu yang lama. Mereka menelusuri
sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan.
Tidak hanya
dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa
Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa dinasti Ming tahun
1368-1643. Kedatangan bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk
Dayak dan tidak memiliki pengaruh secara langsung karena mereka hanya berdagang
disana.
Suku dayak
pernah membuat sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan dayak sering di sebut
“Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan dayak Nansarunai yang hancur oleh
Majapahit sekitar tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian tersebut yang
mengakibatkan orang suku dayak terdesak dan terpencar, dan sebagian masuk ke
daerah pedalaman.
2.
Mite
dan Magi Orang Dayak
Di dalam mite
orang dayak, legenda dan cerita-cerita rakyat itu akan ditemui berbagai macam
dewa, roh, kekuatan sakti, berbagai tata kehidupan dan sebagainya. Sikap dan tradisi
orang dayak sebagian besar memang diwarisi dari nenek moyang mereka.
Untuk melihat
kenyataan-kenyataan di atas, akan di kemukakan beberapa contoh mengenai mite
orang dayak sebagai berikut :
-
Suku
dayak mempunyai prajurit hantu. The Ghost warrior adalah panglima burung.
Perawakan panglima burung yang masih misterius bagi masyarakat Indonesia
menjadikan panglima burung bak prajurit hantu yang siap menyerang siapa saja
yang melecehkan suku dayak untuk melindungi tanah borneo
-
Dimata
dunia, tato pada suku dayak yang ada hampir menyelimuti tubuh suku dayak adalah
sebuah karya seni.
-
Pedang
mematikan/ Mandau / Parang. Pedang mematikan ini adalah pedang magis yang dapat
membunuh siapapun tanpa rasa kasihan.
-
Selain Mandau terbang, hal yang paling menakutkan suku dayak di
mata dunia adalah sumpit beracun. Entah apakah sumpit beracun? Masih adakah apa
tidak untuk saat ini. Namun sumpit beracun suku dayak telah menjadi sejarah
tersendiri bagi masyarakat dayak pada masa penjajahan di masa lalu.
Magis suku dayak benar-benar menakutkan bagi mereka. Suku dayak
memiliki kekuatan magis yang sangat berbahaya yang menjadikan suku dayak
sebagai salah satu dari 5 suku yang paling di takuti di dunia karena sihirnya.
Magis suku dayak
Orang dayak di kenal dengan ilmu magisnya, ilmu magis ini diperoleh
dari berbagai sumber yaitu mengaji (berguru), balampah (bertapa), ketuahan
(keberuntungan), nupi (mimpi), minyak dan ada yang memang mempunyai ilmu magis
sejak lahir.
3.
Struktur
Keagamaan Orang Dayak
4.
Upacara
Adat Kematian dan Penguburan Orang Dayak
Upacara tiwah
merupakan acara adat suku dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan
untuk pengantaran tulang orang yang telah mati ke sanding yang telah di buat.
Sanding adalah tempat yang semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk
menempatkan mereka yang telah meninggal dunia.
Upacara tiwah
bagi suku dayak sangatlah sacral, pada cara upacara tiwah ini sebelum
tulang-tulang orang yang telah mati tersebut di antar dan diletakkan ke
tempatnya (sandung) banyak sekali acara ritual-ritual tarian, suara gong maupun
hiburan lainnya dan sampai akhirnya tulang orang yang telah mati tersebut
diletakkan di dalam sanding.
Masyarakat
Dayak Maanyan dulu menggambarkan bahwa kematian adalah sebuah awal perpindahan
atau perjalanan roh (adiau atau amirue) ke kemuliaan dunia baru (tumpuk adiau)
yang subur, damai, tenteram, kaya raya dimana di sana ada kesempurnaan,
kesehatan, awet muda dan kehidupan yang abadi. Seorang
Belian orang mati (wadian matei) yang di interview menggambarkan amirue/adiau akan diantar ke tumpuk janang jari, kawan nyiui pinang kakuring, wahai kawan intan amas, parei jari, kuta maharuh, welum sanang, puang mekum maringin, arai hewu (Roh yang meninggal kan di bimbing perjalanannya oleh belian menuju tempat/ perkampungan yang subur, kelapa dan pinang menghijau indah, bertaburkan intan dan emas, padi yang subur, makanan yang enak, hidup sejahtera, selalu sehat dan gembira).
Belian orang mati (wadian matei) yang di interview menggambarkan amirue/adiau akan diantar ke tumpuk janang jari, kawan nyiui pinang kakuring, wahai kawan intan amas, parei jari, kuta maharuh, welum sanang, puang mekum maringin, arai hewu (Roh yang meninggal kan di bimbing perjalanannya oleh belian menuju tempat/ perkampungan yang subur, kelapa dan pinang menghijau indah, bertaburkan intan dan emas, padi yang subur, makanan yang enak, hidup sejahtera, selalu sehat dan gembira).
Pada dasarnya
Upacara (adat) kematian merupakan berbagai jenis upacara (serangkaian) dari
kematian sampai beberapa upacara untuk mengantar adiau/ roh ke tumpuk adiau/
dunia akhirat.
Berikut beberapa upacara kematian Dayak Maanyan:
1.
Ijambe, (baca :
Ijamme’) yaitu upacara kematian yang pada intinya pembakaran tulang mati.
Pelaksanaan upacaranya sepuluh hari sepuluh malam. dan membutuhkan biaya yang
sangat besar, dengan hewan korban kerbau, babi dan ayam. Karena mahal Upacara
ini dilakukan oleh keluarga besar dan untuk beberapa Orang (tulang yang udah
meninggal) atau untuk beberapa Nama, dulu sering dilakukan di desa nenek saya
di desa Warukin, kecamatan Tanta, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.
2.
Ngadatun, yaitu upacara
kematian yang dikhususkan bagi mereka yang meninggal dan terbunuh (tidak wajar)
dalam peperangan atau bagi para pemimpin rakyat yang terkemuka. Pelaksanaannya
tujuh hari tujuh malam.
3.
Miya, yaitu upacara
membatur yang pelaksanaannya selama lima hari lima malam. kuburan dihiasi dan
lewat upacara ini keluarga masih hidup dapat “mengirim” makanan, pakaian dan
kebutuhan lainnya kepada “adiau” yang sudah meninggal.
4.
Bontang, adalah level
tertinggi dan “termewah” bentuk penghormatan keluarga yang masih hidup dengan
yang sudah meninggal, upacara ini cukup lama 5 hari lima malam, dengan biaya
luar bisa, “memakan korban “puluhan ekor babi jumbo dan ratusan ekor ayam
kampung esensinya adalah memberi/ mengirim “kesejahteraan dan kemapanan” untuk
roh/ adiau yang di”bontang”, upacara ini bukan termasuk upacara duka, tapi
sudah berbentuk upacara sukacita.
5.
Nuang Panuk, yaitu upacara
mambatur yang setingkat di bawah upacara Miya, karena pelaksanaannya hanya satu
hari satu malam. Dan kuburan si mati pun hanya dibuat batur satu tingkat saja,
di antar kue sesajen khas Dayak yaitu tumpi wayu dan lapat wayu dan berbagai
jenis kue lainnya dalam jumlah serba tujuh dan susunan yang cukup rumit
6.
Siwah, yaitu
kelanjutan dari upacara Mia yang dilaksanakan setelah empat puluh hari sesudah
upacara Mia. Pelaksanaan upacara Siwah ini hanya satu hari satu malam. Inti
dari upacara Siwah adalah pengukuhan kembali roh si mati setelah dipanggil
dalam upacara Mia untuk menjadi pangantu pangantuhu, atau “sahabat” bagi
keluarga yang belum meninggal.
Yang menarik
dari upacara tersebut adalah banyak unsur seninya, baik tumet leut (sajak yang
dilantunkan dengan nada indah tapi tetap, dan tarian tarian khas jaman dulu
misalnya giring-giring atau nampak maupun nandrik.
5.
Interaksi
Kepercayaan Orang Dayak dengan Agama Lain
Sejarah dan
asal usul suku dayak juga dipengaruhi oleh budaya dari suku atau bangsa lain
yang masuk ke wilayah Kalimantan. Misionaris Kristen misalnya yang telah
berhasil mengubah kepercayaan suku dayak yang awal mulanya animism menjadi
kepercayaan al kitab. Budaya islam juga dibawa orang-orang jawa dimasa kejayaan
kerajaan demak telah membuat sebagian kecil masyarakat dayak beralih menganut
agama islam, serta kebudayaan Tiong Hoa yang menambah keberagaman pengetahuan
seni mereka seperti malawen, belanga, dan peralatan keramik.
Sebagian
besar suku dayak memeluk agama islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai
orang dayak, tetapi malah menyebut dirinya sebagai orang melayu atau orang
banjar. Sedangkan orang dayak yang menolak agama islam kembali menyusuri
sungai, masuk ke pedalaman Kalimantan tengah, bermukim ke daerah-daerah kayu
tinggi, amuntai, margasari, watang amandit, Labuan lawas dan watang balangan
hingga terdesak masuk ke hutan rimba. Orang dayak yang menganut agama islam
kebanyakan bertempat di daerah Kalimantan selatan dan sebagian kota waringin.
Salah seorang sultan dari kasultanan banjar yang terkenal sebagai Lambung
Mangkurat sebenarnya adalah seorang dayak (Ma’anyan atau Ot
Tidak ada komentar:
Posting Komentar